Tampilkan postingan dengan label jurnalistik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jurnalistik. Tampilkan semua postingan

19 Oktober 2013

Latihan Reportase Uyha Bikin Saya Terharu

Good evening comrades! ^_^

Malam ini kebetulan saya berkesempatan ngobrol dengan reporter andal asal Makassar, Surya Rahmah Labetubun. Perempuan yang akrab dipanggil Uyha ini adalah kawan baik saya, sesama "almamater" Rose Heart Writers. ^_^

Sebenarnya beberapa pekan lalu Uyha minta bantuan saya untuk mencermati hasil reportasenya. Hanya saja, saya yang pelupa ini kok ya selalu luput mengingat untuk menulis email pembahasan contoh tulisan yang Uyha kirim itu. *tepok jidat* Maaf ya, adikku sayang.. T_T

Nah, kebetulan malam ini kami sama-sama punya waktu luang. Akhirnya perbincangan kami langsung to the point soal seluk-beluk pemberitaan. Bagaimana memilih lead, pentingkah bakat menulis bagi seorang jurnalis, dan sebagainya. Kebetulan saya pernah bergelut di dunia media (cetak harian) selama hampir 2 tahun, di Jakarta. Sisanya--seperti kamerads ketahui--saya jadi editor (redaktur) di media online p2kp.org atau pnpm-perkotaan.org sejak November 2005. Hehehe.. Yep, hampir 8 tahun nih. ^_^ And I love journalism.

Kesimpulannya, sepertinya pengalaman tersebut yang membuat Uyha percaya, sampai ia meminta pendapat saya. Hohoho.. it's an honor for me, Uyha!

Anyways, dari obrolan kami di whatsapp, saya bilang bahwa bakat tidak menentukan kehebatan seorang reporter. Justru yang menentukannya adalah kemampuan sense of news. Dan bagaimana agar sense of news seorang reporter terasah, ya harus terus dilatih. Terus menulis dan dilarang menyerah. Yep, seorang reporter
itu wajib pede dan militan.

Lalu, iseng saya menantang Uyha untuk membuat berita dari percakapan kami. Sekalian menunjukkan kepada dia bahwa berita itu benar-benar ada di mana-mana. Tidak harus ada gelaran event terlebih dulu. Dan, sesuai seperti yang saya harapkan, Uyha menyambut tantangan tersebut. Excellent, Uyha!! Dua jempol buat kamu..

Inilah hasil tulisan Uyha:
==================================================

SENSE OF NEWS LEBIH PENTING KETIMBANG BAKAT BAGI SEORANG REPORTER

"Menjadi seorang reporter handal itu bukan soal bakat, tapi soal kejelian melihat berita," tutur editor PNPM Perkotaan, Nina Firstavina.Melalui salah satu jejaring sosialnya, Nina memaparkan beberapa trik untuk membuat tulisan yang bagus bagi seorang reporter.

"Seorang reporter mesti sering melatih kemampuannya dalam melihat angle sebuah berita," ujarnya. Latihan yang perlu dilakukan hanyalah dengan sering membuat tulisan secara rutin dan pantang menyerah. Hal ini akan mengarahkan sang reporter dalam menilai atau melihat berita yang dituliskannya.

Pecinta kucing ini juga memberikan masukan untuk membuat sebuah lead yang bagus, "Untuk membuat lead yang bagus, buatlah lead yang menggigit."Syarat dari lead yang mengigit itu ada 3, yakni merupakan hal yang paling baru, paling unik, atau paling berbeda."Lead menarik juga bisa diambil dari quote statement narasumber atau sikap narasumber yang ajaib," tutur mantan jurnalis salah satu koran kota ini.

==================================================

Hehehe.. Saya salut dengan ketangkasan dia menulis. Sesuai dengan ciri khas reporter, cepat tanggap dan cepat kerja. ^_^ However, saya menemukan beberapa kelemahan dalam tulisan Uyha di atas. Tapi, really, not bad at all for a news written in 15 minutes. Great job, Uyha!

Waktu saya katakan hasil tulisannya akan saya edit, tampaknya Uyha agak gentar. Eitsss... reporter itu kudu pede. Atau: Pede itu wajib, buat reporter. ^_^ Dan akhirnya dia "pasrah" menyerahkan tulisannya ke "meja redaksi" guna disunting oleh redaktur (yang biasanya) killer--saya. Hohoho...

Inilah hasil editing saya atas tulisan Uyha, dengan lead yang sama. Ya, karena lead-nya sudah baik. Makanya tadi saya bilang, great job!

==================================================

Bagi Reporter, Sense of News Lebih Penting

Modal utama reporter andal ternyata bukan bakat, melainkan sense of news. Yakni, kejelian si reporter dalam melihat peristiwa untuk diubah menjadi sebuah berita menarik.

"Sense of news juga bukan soal bakat, tapi dipertajam dengan latihan," kata Editor situs PNPM Perkotaan Nina Firstavina kepada hujanhitam.com melalui media komunikasi sosial whatsapp, Sabtu, 19 Oktober 2013.

Menurut Nina, agar sense of news reporter semakin terasah, mereka harus terus menerus melatih dirinya sendiri. "Tidak bisa instan. Kemampuan seperti ini harus terus diasah. Latihlah diri sendiri dalam melihat angle atau sudut pandang suatu peristiwa. Teruslah menulis dan pantang menyerah agar kemampuan diri terus berkembang," ujarnya.

Mantan reporter media cetak nasional di Jakarta ini juga memaparkan, setelah sense of news berikutnya adalah kejelian memilih lead, atau kepala berita. "Tulisan yang bagus itu tergantung kepada kepala berita atau lead-nya. Ada beberapa trik dalam memilih lead yang menggigit," Nina menuturkan. Di antaranya, hal yang paling baru, paling unik, atau paling berbeda untuk diangkat sebagai lead.

"Lead yang menggigit atau menarik biasanya diambil dari statement narasumber, atau bahkan soal sikap narasumber yang dinilai ajaib," tandasnya.

==================================================

Nah, kalau dicermati hasil editing-nya, tulisan saya cenderung lebih panjang ya? Tapi coba lihat lagi, kalimat-kalimatnya lebih lugas. ^_^ *ngeles* Iyaa.. soalnya ada beberapa hal yang suka dilupakan Uyha, yaitu unsur 5W+ 1H, terutama soal waktu wawancara dan tempatnya. *kelitikin Uyha*

Meski begitu, saya harus akui Uyha sudah melakukan pekerjaan yang baik:
1. Reporter betul-betul bertindak sebagai pewarta/corong/media penyampai dan tidak beropini. *jempol*

2. Pemilihan lead sudah cermat, to the point--tidak mengulang-ulang kalimat langsung dan tidak langsung. *jempol*

3. Yang masih kurang dari Uyha adalah penggunaan keterangan pengganti narasumber. Saya hanya mencantumkan keterangan tambahan yang relevan dengan tulisan, sebagai pendukung kekuatan isi berita (bicara integritas isi tulisan dan kapasitas narasumber)

4. Jagalah fog index. Apa itu? Fog index ialah jumlah kata yang ada dalam satu kalimat. Fog index yang baik berjumlah 11-17 kata per kalimat. Maksimal 21 kata. Lebih dari itu, kalimat akan susah dicerna ataupun dimengerti oleh pembaca. Fog index yang kepanjangan berpotensi membuat berita menjadi rancu. Jadi, Uyha, jagalah fog index-mu. Hehehe..

5. Jangan lupakan 5W+1H ya! Penting banget!! *kelitikin Uyha* Kenapa penting? Gini lho.. kecenderungan orang mau mendengar atau membaca berita adalah jika berita itu menggelitik rasa ingin tahunya.

Diawali dengan teori proximity (kedekatan lokasi/TKP tulisan). Orang Makassar akan lebih tertarik mendengar/membaca berita tentang Makassar dibandingkan berita tentang Afghanistan. Ini teori proximity namanya. Itu soal tempat (where). Gimana soal waktu? Well, siapa sih yang mau dengar/baca berita yang sudah basi? Contoh: Wah...ada kebakaran besar! | Di mana? | Di Pasar Minggu. | Wah...daerah rumah saya tuh, kapan? | Dua minggu lalu. | *plakk*

Yah, setidaknya jadi ketahuan kapan kebakaran itu berlangsung. Ya nggak? ^_^

Yak, satu hal lagi yang bikin saya asli shock adalah ketika Uyha mengirim foto snapshot buku catatan dia yang berisi tips-tips tadi. Waaaahhh! Ternyata dia mencatat semua tips saya itu di buku catatannya. Saya jadi terharuuuu... T_T Uyha tampak senang sekali mendapat ilmu baru, dan saya senang sekali kalau ilmu saya ini bisa berguna untuk sahabat-sahabat. Hiks.. *melap ingus*

snapshot
buku catatan Uyha (1)
snapshot
buku catatan Uyha (2)
Terima kasih, Uyhaaa.. it's an honor for me to share my knowledge with you, and with anyone who wants to really learn. Kamu benar-benar serius dengan karier-mu, Subhanallah. Saya yakin, insyaAllah, suatu saat kamu akan jadi jurnalis besar! Aamiin.. Yang penting teruslah menulis, pertajam kemampuan dan berkembanglah!

Nah, buat comrades lainnya, apapun yang ingin dipelajari, pelajarilah. Seriuslah. Belajar dari semangat Uyha ini. Ayooo, jangan mau kalah... ^_^

Terakhir, Uyhaaa aku minta izin foto catatannya di-share di sini yaa.. Good luck and God's speed.

Love you, little sister.. :*

9 April 2013

Diksi dan Tips Lainnya

Sambil memproses tulisan Askot CD PNPM Mandiri Perkotaan Kota Bitung Feidy J. Kemur tadi, saya sekalian merancang tips dan trik soal diksi--seperti yang saya janjikan beberapa waktu sebelumnya kepada Pak Feidy dan juga Kang Muhammad Ridwan (Lampung). Selain diksi, ada beberapa tips lainnya nih. Semoga bermanfaat yaa..

(1). Diksi.

Secara definisi, diksi (kata benda) artinya pilihan kata; penggunaan kata yang sesuai dalam penyampaian suatu gagasan dengan tema pembicaraan, peristiwa, atau pemirsa. (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Drs. Peter Salim, M.A/Yenny Salim, B.Sc, Modern English Press Jakarta, Edisi Ketiga, 2002). Ehem, sepertinya saya harus beli kamus baru, secara EYD itu selalu mengalami perubahan setiap 3 tahun. ^_^

Jadi, diksi ini terkait erat dengan kemampuan kita mencari sinonim (persamaan kata). Dalam dunia media, khususnya media cetak, seorang reporter/pewarta sangat dianjurkan memilih kata yang paling ringkas, lugas (tidak berbelit-belit), dan tentu saja, tepat.
Berikut adalah contoh diksi yang (kebetulan) saya ingat:
  • sampai dengan = hingga (lebih ringkas)
  • sekitar = sekira (lebih tepat)
  • saat ini = kini
  • sekarang = kini
  • terdiri dari = terdiri atas (tepat)
  • Rp30ribu = Rp30.000
  • Rp2 M = Rp2 miliar
dan seterusnya. (tambahannya boleh dicantumkan di komentar) :)

(2). Tidak perlu mengulang kata sebagai pengganti keterangan jamak. Cukup satu kata saja: program-program = program, institusi-institusi = institusi, gara-gara = gegara, dan seterusnya.

(3). Menggunakan koma (,) sebagai pengganti "bahwa" atau sebaliknya.

Contoh:
Dalam presentasinya Koordinator Kota PNPM Mandiri Perkotaan Kota Bitung Teddy Sulangi mengatakan, Kota Bitung telah mengalami banyak perkembangan dalam beberapa tahun belakangan ini.

------------------ atau -----------------------

Dalam presentasinya Koordinator Kota PNPM Mandiri Perkotaan Kota Bitung Teddy Sulangi mengatakan bahwa Kota Bitung telah mengalami banyak perkembangan dalam beberapa tahun belakangan ini.
Perhatikan! Jika "bahwa" digunakan, tidak lagi menggunakan koma (,) atau sebaliknya.

(4). Perhatikan penggunaan awalan "di".
Jika maksudnya adalah keterangan arah atau tempat/lokasi, "di" harus tertulis terpisah: di sana, di sisi lain, di mana-mana, di kota, di desa, di bawah, di atas, dan seterusnya.

Jika maksudnya BUKAN arah/tempat/lokasi, maka "di" tertulis menyambung dengan kata berikutnya: dirasakan, dilakukan, dipaparkan, diberikan, dilayangkan, dan seterusnya.

(5). Perhatikan narasumber (narsum) yang berbicara di setiap paragraf. Statement dengan kalimat aktif (kutipan langsung) maupun pasif (berupa kalimat biasa/non-kutipan) harus selalu diikuti dengan keterangan siapa yang mengatakannya. Jika sudah berganti narasumber, maka nama narasumber harus disebutkan agar pembaca dapat membedakan.

(6). Biasakan membuat tulisan yang teratur. Jika sedang membahas satu narsum, silakan bahas sampai habis semua pernyataannya. Jangan meloncat dari narsum A ke narsum B, ke narsum C lalu ke narsum A kembali kemudian ke C, dan seterusnya. Meskipun secara kronologi (urutan kejadian/event-nya) memang demikian, tapi--ini seringkali saya ingatkan--pewarta/penulis seharusnya TIDAK TERBELENGGU KRONOLOGI.

(7). Menyingkat tulisan adalah HARAM hukumnya. hehehe.. Anda sedang menulis artikel/berita, bukan SMS, jadi jangan disingkat-singkat yaa!
  • Yg = yang
  • Dll = dan lain-lain
  • Dst = dan seterusnya
  • Dlm = dalam
dan seterusnya... :)

(8). Cara menyambung satu paragraf dengan paragraf berikutnya? Simpel. Gunakan kata sambung.
  • "Sementara itu, ... ... ..."
  • "Pada kesempatan yang sama ... ... ..."
  • "Pada kesempatan berbeda.."
  • "Senada dengan A, B mengatakan, ... ... ..."
dan seterusnya

(9). Hindari penggunaan kata yang sama (itu-itu saja) dalam satu kalimat.
Umumnya pewarta/penulis sangat sering menggunakan kata "yang". Secara definisi, kata "yang" (p = partikel) adalah sebagai pembeda dari satu kata (terhadap kata lainnya); menyatakan bahwa bagian kalimat berikutnya menyelaskan kata di depannya; digunakan sebagai kata penyerta.
Contoh kalimat yang terlalu banyak menggunakan kata "yang" (saya ngambil contoh dari salah satu tulisan, yang merasa maaf lho, hehehe..)

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh Babe Heru yang setiap harinya dipangil oleh temen-temen faskel serta jajaran pegawai korkot lainya yang selalu ketemu di Korkot.

Penggunaan kata "yang" di atas bisa dibilang rancu, apalagi menggunakan kalimat majemuk.
(Catatan: Kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai dua pola kalimat atau lebih. Setiap kalimat majemuk mempunyai kata penghubung yang berbeda, sehingga jenis kalimat tersebut dapat diketahui dengan cara melihat kata penghubung yang digunakannya). Jika ingin menggunakan kalimat majemuk, cukup 2 pola saja. Lebih dari itu bisa rancu.

Hasil editan kalimat tersebut (setelah saya berpikir 20 menit bagaimana mengubah kalimatnya agar lebih ringkas dan dimengerti pembaca):
Laki-laki yang biasa dipanggil "Babe Heru" oleh faskel serta jajaran pegawai korkot lainnya itu bisa melakukan banyak hal di Kantor Koorkot.

Contoh berikutnya (masih dari tulisan yang sama, hohohoho..)

"Yang menarik waktu diskusi dengan faskel serta askot banyak hal pemikiran dan ide yang memang nyata dimasyarakat diutarakan.seperti contoh yang dialami sendiri terkait dengan kegiatan social yang mereka kawal seperti kegiatan pelatihan yang selama ini dilakukan belum benar-benar menyentuh dan menyelesaikan kebutuhan masyarakat"

Hasil editannya:
Satu hal menarik, ketika diajak diskusi oleh Faskel dan Askot, ia banyak mengemukakan pemikiran dan ide. Salah satunya, terkait kegiatan sosial pelatihan, yang ternyata selama ini belum benar-benar menyentuh dan menyelesaikan kebutuhan masyarakat.

-- Bisa lihat perbedaannya kan, kawan-kawan? Mana kalimat yang lebih lugas dan lebih mudah dimengerti pembacanya? :)

Nah, jadi, mohon kawan-kawan mengerti kenapa saya, sebagai editor, seringkali mengabaikan tulisan membingungkan (untuk saya) dan lebih mengutamakan menayangkan tulisan yang mudah untuk saya mengerti. Jikapun ternyata ada salah satu kawan yang tulisannya sudah lugas, tapi saya luput memasangnya sebagai prioritas tayang, bisa dipastikan tulisan tersebut terkena dampak dari pusingnya saya bertemu dengan tulisan membingungkan tadi. huehehehe.. *alesan* :D

Baiklah, segini dulu tips dari saya. Semoga bermanfaat untuk kawan-kawan yang sedang belajar menjadi pewarta ataupun penulis. Aamiin.. Good luck dan tetaplah menulis. Sejatinya, penulis paling baik adalah mereka yang tidak pernah berhenti menulis dan tidak berhenti belajar serta memperbaiki kemampuannya. Semangat!

Jika ada kawan sesama editor atau pemerhati bahasa Indonesia membaca tulisan ini, silakan masukan dan kritiknya disampaikan. Saya tunggu yaa.. ;)

19 Maret 2013

Editor juga Butuh Diedit (Repost Tips dan Trik Memilih Lead)

Bukti bahwa Editor juga perlu diedit. :)

Kemarin sore saya merancang tips dan trik memilih lead, seperti saya janjikan kepada beberapa kawan yang meminati dunia jurnalistik (baca: tulis-menulis). Tips dan trik itu saya buat secara spontan saja, sesuai yang saya ketahui dan kuasai selama ini. Maklum, saya ini tipe orang yang learning by doing, sedangkan secara teori, bisa dibilang, saya lemah. Ke depannya saya sendiri punya pikiran untuk memperdalam ilmu jurnalistik dalam kaitannya secara literatur, karena selama ini ilmu yang dimiliki hanya basic saja.

However, usai mengetik sharing tips dan trik, lalu membaca ulang secara scan-reading (tidak secara cermat! #tepokjidat!), saya langsung posting saja di jejaring sosial facebook. Setelah itu saya pulang, karena jam dinding di kantor sudah menunjukkan pukul 20.12 WIB.

Dua jam kemudian, ketika tiba di rumah, saya baca kembali status tadi, ternyata sudah ada yang mengomentari. Alhamdulillah semua mengatakan tips dari saya itu bermanfaat. Namun, saat saya membaca ulang status saya sendiri secara cermat, alamaaaaakkkkk.... di beberapa paragraf terakhir, bahasa saya sudah cakadul (berantakan), ada typo pula. Hadeeeh! #tepokjidat lagi.

Buat Comerads pembaca mungkin berpikir reaksi saya barusan lebay banget, tapi percayalah, untuk seseorang yang berprofesi editor seperti saya, hal seperti itu sangat memalukan... Gomenasai! Ini membuktikan bahwa Editor juga perlu diedit. Hehehehe..

Berikut adalah Tips dan Trik Memilih Lead seperti yang saya posting di facebook:

Dear kawan P2KP/PNPMers,
Sesuai janji saya kepada Kang Muhammad Ridwan (dan karena diingatkan juga oleh Pak Feidy beberapa hari lalu, hehehe) untuk memberikan tips dan trik memilih lead, diksi dan kalimat lugas, berikut izinkan saya sharing tips & triknya berikut ini..

Sebelum memasuki tips dan trik, sewajarnya kita mengerti fungsi dan definisi LEAD tulisan. Apaan sih lead itu?

Lead, dalam dunia jurnalistik, disebut juga sebagai teras berita. Nah, namanya teras, fungsinya adalah suatu tempat menarik, yang membuat pengunjung mau menghampiri, bahkan kalau bisa membuka pintunya, memasuki rumah, menikmati isi rumah tersebut dan keluar rumah dengan rasa puas--karena sudah mendapatkan tambahan informasi atau ilmu yang (siapa tau memang) dibutuhkannya. Bedanya, lead tulisan/berita di sini berfungsi sebagai gambaran umum dari keseluruhan berita yang ditulis.

Ada beberapa kawan media yang mengatakan bahwa lead tidak mutlak harus selalu ada dalam tulisan, tapi saya kok kurang setuju ya dengan pendapat itu. Tanpa lead (yang bisa juga diartikan sebagai kepala berita) badan dan ekor tulisan ngga akan jelas arahnya. Nah, berhubung di sini saya yang membuat tulisan (yep, saya gunakan hak prerogatif saya sebagai penulis artikel tips & trik ini, hahahaha..) anggaplah LEAD ini PENTING dan PERLU. :D *mengingatkan pada motto sebuah media nasional ya? :) *

Okay, so, bagaimana lead yang bagus itu? Nah, sebelum masuk ke sana, kawan-kawan harus ingat: pembaca hanya memiliki waktu sedikit untuk membaca. Jadi, sangatlah penting membuat lead yang membuat pembaca merasa tertarik dan PERLU meluangkan waktu lebih guna membaca tulisan kita.
Nah, dengan berpegang pada prinsip di atas, bisa kita rumuskan bahwa lead yang baik sebagai berikut,

A. Menarik.
Ada 4 kategori hal yang termasuk menarik:
  1. aneh/tidak biasa,
  2. lucu/menggelitik rasa penasaran,
  3. baru/belum pernah ada sebelumnya,
  4. berani/blak-blakan (tapi tetap dalam koridor sopan dan santun lho).
B. Sangat Penting untuk Diketahui/Dibaca --> biasanya berupa update dari kejadian yang sedang hangat.

Itu saja. Simpel kan? :)

Contoh? Oke, saya berikan contoh yang ringan ya. Ini contoh baru banget masuk, yaitu tulisan dari Pak Feidy (dan Pak Kalla Manta) soal event Temu Awal Tahun dan Penandatanganan Kontrak bagi Konsultan (Koorkot, Askot dan Faskel) se-Provinsi Sulut.

Ada beberapa topik yang menurut saya berpotensi sebagai lead:
1. Soal event kontrak itu sendiri
2. Soal komitmen kerja pelaku
3. Piagam Penghargaan kepada Kontributor Penulis Berita, Cerita dan Artikel di website online.

Dari tiga topik tersebut, coba, mana (menurut kawan-kawan) yang paling menarik?
1. Soal event kontrak?? --> penting sih, tapi tidak terlalu menarik. (Hahaha.. Maaf ya!) Sebab, pentingnya hanya untuk konsultan/pelaku lapang Sulut saja, sedangkan untuk wilayah lain hal ini kurang menarik. hehehe..

2. Soal komitmen kerja pelaku??? ---> penting dan menarik, tapi kurang greget. Ini bisa jadi kandidat lead terkuat di antara 1 dan 2, hanya saja menurut saya, topik nomor 3-lah yang paling menarik dan penting!

Ya, 3. Soal penghargaan kepada kontributor penulis website. Bukannya karena saya adalah pengelola website bersangkutan, melainkan karena lead ini sangat menarik, baru pertama kalinya di Sulut (ya kan?), mampu memotivasi dan bisa menginspirasi OSP/KMW lainnya untuk melakukan hal serupa. Nah, makanya yang nomor 3-lah yang saya pilih sebagai lead. *jewer Pak Feidy yang tidak menyantumkan topik nomor 3 ini sebagai lead. hehehehe..*

Ehem, sebenernya saya agak berharap ada statement janji tidak akan ada keterlambatan gaji dari Satker Provinsi Sulut, tapi sepertinya tidak ada ya. Hahahaha... Kalau saja Satker Sulut mengucapkan janji/jaminan tidak akan ada keterlambatan gaji, NISCAYA topik inilah yang akan saya pilih sebagai lead. Hahahaha.. ;)

Contoh berikutnya, mungkin mengutip pertanyaan saat EGM TA Sosialisasi dan TA Pelatihan pertengahan Juni 2012 lalu di Puncak ya. Waktu itu TA Sosialisasi KMW Papua bertanya, ia punya dua topik menarik tapi bingung memilih yang hendaknya dipilih sebagai lead tulisan. Topiknya adalah (seingat saya):
1. Cerita soal sosialisasi di Papua.
2. Bahasa yang berbeda antara konsultan dengan masyarakat Papua, ternyata tidak menghalangi masuknya program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan.

Saat itu saya langsung TUINGGGGG!! "Yang nomor 2, Pak! Itu sangat menarik. Saya sendiri sangat ingin tau bagaimana cara kawan-kawan Papua mengatasi kesulitan bahasa tersebut. Tapi kok ya bisa sih, program kita akhirnya diterima oleh masyarakat di lokasi tersebut?" --> Nah, nah, sekalian mengingatkan Pak Ohara West Java agar TA Sos-nya nanti ditagihkan cerita ini ya, Pak. Nuhun! Hehehehe..

Wah... Sudah panjang euy... Seperitnya (iniiii...!! Bukti editor juga perlu diedit *ngelap keringat*) cukup segini dulu. Next time saya akan sharing soal diksi dan kalimat lugas yaa.. Oh ya, satu hal lagi yang paling penting: lead SELALU ditulis PALING AWAL. Paragraf 1, atau maksimal 2 paragraf pertama lah. Untuk itu, ada kaitannya nih dengan JUDUL tulisan. ---> Maksudnya "Karena dua paragraf pertama memang ada kaitannya dengan judul" *jauh banget ya*

Jika kawan-kawan sudah memiliki lead, maka memilih judul akan sangat mudah. Karena, biasanya judul merupakan RINGKASAN dari lead. Atau sebaliknya, jika kawan-kawan hanya memiliki judul menarik, kembangkanlah judul tersebut menjadi lead berita.

Hanya saja: Jujur, untuk saya, memilih LEAD (topik utama tulisan) justru terasa jauh lebih mudah daripada memilih judul. Rekan media pasti ngakak membaca statement saya ini. Hehehehe..
Asli, merancang judul yang menarik, membuat penasaran dan eye-catchy itu (buat saya) sulitnya setengah mati!

Mungkin karena beban bahwa judul bertanggung jawab penuh atas impresi/kesan pertama agar pembaca mau membaca tulisan kita lebih lanjut. Soalnya, kalau judulnya biasa-biasa saja, meski isi tulisannya bagus, para pembaca yang waktu luangnya terbatas itu akan malas membaca tulisan kita. Nah lho, rempong kan? Makanya saya tidak ragu-ragu berdiskusi juga dengan kawan sesama jurnalis (dalam hal ini kalau di PNPM Perkotaan, kawan diskusi saya adalah Mas Wildan Hakim).

Jadi, editor sekalipun tetap butuh berdiskusi dengan sesama kawan penulis/jurnalis/editor. However, soal itu (judul) akan kita bahas di tips dan trik selanjutnya ya! *fiuhhh* :)

Semoga tips dan trik sederhana ini membantu yaa..