2 Januari 2014

[CerpeNina] The Promise (1)


"Apa yang Mia pikirkan saat melakukannya? Bukankah semua itu adalah rahasia hidup Mia? Coba pikirkan jawabannya. Karena ada benang merahnya."

Mia tertegun membaca rangkaian kalimat yang tercetak di layar sentuh smartphone-nya. Kalimat yang diketik Gusti. Mia tak mengerti kenapa Gusti begitu penasaran dengan jawabannya. Ini adalah ketiga kalinya Gusti menanyakan hal serupa, baik lewat messenger maupun telepon.

"Iya sih itu rahasia Mia. Tapi entah apa yang Mi pikirkan. Mi hanya ingin membaginya kepada Kanda," balas Mia. Jawaban yang sama, setiap kali Gusti menanyakan hal tersebut. Ya, habisnya mau jawab apa lagi. Memang begitu adanya.

"Hemmm.. jadi spontan, tanpa rencana? Ya artinya Mia tulus. Dan itu juga artinya Mia memercayakan harga diri Mia kepada Kanda," tulis Gusti. Dan ia masih typing..

Mia tertegun lebih dalam. What? Kenapa reaksi Gusti malah begitu? Ini di luar dugaannya. Mia pernah berbagi rahasia gelap dengan 2-3 laki-laki lain sebelumnya, tapi tak satupun reaksi mereka seserius Gusti.

"Dan, bagi Kanda, menjaga harga diri Mia bukanlah hal main-main. Ini lebih berat daripada menjaga rahasia. Menjaga rahasia itu mudah, tapi menjaga harga diri... aduh, mak!"

"Maafkan Mia, Kanda.."

"Hehe.. Tidak perlu minta maaf, sayang. Kanda senang bahwa Mia begitu percaya pada Kanda. Malah Kanda yang bingung, apa yang Mia lihat dari Kanda, sampai percaya begitu," balas Gusti lagi.

"Mia pikir Kanda amanah. Sejak pertama melihat mata Kanda, Mia merasa seperti ditelanjangi. Tak ada yang bisa Mia sembunyikan dari Kanda. Termasuk perasaan Mia terhadap Kanda," jemari Mia lincah menekan layar sentuh. Mulutnya penuh senyum.

Mengaku suka sebenarnya tetap membuatnya tersipu, meski usia Mia tidak lagi bisa dibilang ABG. Dua-puluh-delapan, seharusnya sudah tak lagi sungkan mengakui perasaan. Tapi, tetap saja. Mia tergelak sendiri membaca balasan-balasan bernada canda selanjutnya dari Gusti.

Hatinya dipenuhi kehangatan. Perutnya terasa digelitik ribuan kupu-kupu yang beterbangan membebaskan diri dari kepompongnya masing-masing. Dada Mia terasa dialiri listrik bertegangan satu megawatt, tapi satu-satunya yang terbunuh adalah keraguannya.

"Mia, serius, apapun yang terjadi, Kanda tidak akan meninggalkan Mia. Apapun keadaannya, Kanda akan terus mendampingi langkah Mia. Itu janji Kanda. Dan, Kanda kalau sudah bilang A, sampai mati akan tetap A, ngga berubah menjadi B, apalagi C," kata Gusti tiba-tiba, membuat Mia semakin terpukau.

Rasa sukanya mendadak meledak menjadi kekaguman tak berbatas. Ledakan yang menghasilkan percikan bara cinta. Hawa panasnya mulai menghangatkan seluruh sel tubuh Mia, membangunkan rasa yang dikira Mia telah mati seiring luka dari kisah hidup sebelumnya.

"Ya Allah. Masya Allah, tahukah, Kanda sungguh indah. Padahal Mia pikir chivalry is dead. Kirain sikap ksatria sebagai true gentleman itu sudah mati. Kok bisa sih, Kanda?"

Gusti hanya membalas dengan ikon peluk, cium dan lovestruck.

Di kamarnya, Mia menghela nafas panjang. Jadi beginilah keadaannya. Allah yang Maha Baik akhirnya mengirimkan salah satu malaikat berbentuk manusia. Dan utusan-Nya itu berada di ujung sana, mengetik rangkaian kalimat tulus, mengucap janji, yang biasanya hanya diucapkan oleh seorang suami kepada istri tercinta. Fakta logis ini membuat Mia merinding bahagia. Sensasinya menyerupai puluhan kali letupan orgasme kecil, tak dibuat-buat, tak dikendalikan dan tak terhentikan.

Yaaa. Mia benar-benar jatuh cinta kepada Gusti.

(Bersambung..) ^_^

Tidak ada komentar: