1 November 2013

Kisah Seorang Jambret Gagal

Perjalanan saya ke kantor hari ini indah banget. Selain jalanan lancar, juga dipenuhi tawa geli. Alhamdulillah..

First of all, tumben banget lalulintas hari ini lancar. Padahal hari Jumat nih. Biasanya kan macet gila. Mungkin gegara tadi subuh ada truk tronton jeblos melintang di Jalan Cirendeu (arah Pondok Cabe). Sepertinya si truk jeblos ke got, karena stirnya gagal berbelok penuh. Ya eyalah, truk 40 feet (eh atau 20 feet ya? Cuma lihat di twitpic aja sih) mau berbelok 90 derajat di jalanan kecil. Lebarnya Jalan Cirendeu kan ngga sampai 15 meter! Akhirnya jeblos lah itu ban kirinya, dengan posisi bodi mobil melintang. Alhasil, macet luar biasa. Hanya motor yang bisa melintas. Mobil, bisa, tapi mepet banget. Kabar ini dituturkan oleh Iwan, ojek langganan saya, yang memang harus lewat Cirendeu untuk menjemput saya ke rumah. ^_^

Untungnya, begitu berangkat (start dari rumah sekira pukul 07.10 WIB) jalanan sudah lancar. Yang tersisa cuma beberapa petugas polisi dan dishub, masih mengatur lalulintas. Hebatnya, jalanan lancar terus sampai Fedex. Yep, bahkan Lebak Bulus juga lancar! Wahooo! Pondok Pinang, tersendat di Muhi, seperti biasa. Selanjutnya: pertigaan Tanah Kusir, Praja, Kebayoran Lama, Simprug, Senayan, Farmasi (Ladokgi) semuanya lancar. Alhamdulillah..

Nah trus gimana saya bisa cekikikan geli di jalan?

Jadi gini.. Waktu melintas daerah Goden (Pondok Pinang), Iwan bertegur sapa saat melintasi kios kecil tambal ban. Dia say hello sama tukang tambal ban itu, dan dibalas dengan tawa lebar si tukang tambal ban. Setelah itu, Iwan mulai bercerita.

“Kawan saya yang satu itu, kacau juga tuh, Mbak,” kata Iwan mengawali.

“Kacau gimana?”

“Ya kacau. Pernah bandel. Jadi dia pernah diajakin cari uang gampang sama temennya. Diajakin ngejambret gitu, tapi gagal, malah dibui,” jawab Iwan.

(Photo borrowed from merdeka.com)
“Lho, gagal jambret?”

“Iya. Lagian ya begonya dia sendiri. Ceritanya dia ngejambretnya di daerah Muhi sini. Mbak tau kan yang di belokan Muhi situ dulu kan ngga ada lampunya tuh, gelap gitu,” ujar Iwan.

“Oh iya, iya,” sahut saya.

“Nah, karena gelap, dia main cegat aja motor yang lewat. Dia ngga liat lagi siapa sasarannya,” lanjut Iwan.

“Nah lho. Trus?”

“Ternyata yang dia sergap itu polisi,” cetus Iwan.

“Hah?! Hahahaaha.. Mampus pasti. Dia sendirian beraksinya?” saya mulai tertawa.

“Iya dia sendirian, temennya nungguin di tanjakan. Lah dia kaget begitu tau sasarannya ternyata polisi. Langsung dibeceng, ‘Jangan bergerak!’ kata polisinya. Trus begonya, dia ngga ada usaha kabur sama sekali. Pasrah aja. Dia bilang, kalo digebukin mah biasa dah, dia masih kuat. Lah kalau ditembak, gimana. Takut dia. Jadi, ya kena deh. Trus bukan cuma dia doang yang kena, komplotannya semua ketangkep. Yang kabur pakai motor langsung dikejar sama polisi patroli, motornya ditabrak sekalian sama patroli. Soalnya emang kebetulan saat itu banyak polisi patroli lagi pada kumpul di perempatan Veteran,” tutur Iwan. Saya sudah ngga bisa nanya lagi karena sibuk ngakak.

Kebayang, polisi yang disergap temennya Iwan ini langsung nge-HT kawan-kawannya yang sedang patroli, ngga jauh (ngga sampai 1 km) dari TKP. Dan kalau polisi udah jengkel, karena penjahatnya mencoba menjambret kawan sejawatnya, ya mampus lah itu penjahat. Wekekekekeke..

“Ketangkep deh 5 orang, plus dia, jadi 6 orang. Lumayan, hampir sebulan dia dibui. Yang tadinya mau dapet uang gampang, keluarga dia malah harus ngeluarin uang untuk menebus dari bui. Ada kali tuh abis Rp10 jutaan untuk ngeluarin dia dari penjara,” lanjut Iwan. Saya makin ngakak. Uang ngga dapat, malah harus berurusan dengan polisi, mengeluarkan uang banyak, di-blacklist sama polisi, di-blacklist pula sama komplotan jambretnya. Hahahahaha.. Kesian amat ni jambret gagal.
“Trus gimana lagi, Bang? Dia pulang kampung dong abis itu?”

“Iya. Abis keluar dari penjara, dia pulang kampung. Lama di kampungnya trus balik lagi ke sini. Kalau nasib yang 5 orang lagi, ngga tau deh. Di sini, kita sering godain dia, ‘Bro, kita ngejambret lagi nyok?’ dia cuma nyengir doang sambil jawab, ‘Ah elo, jangan gitu dong.’ Kapok bener dia. Pernah juga diajarin ngga jujur, suruh nebar paku supaya usaha tambal bannya lancar, dia ngga mau. Beneran kapok kayaknya dia sama hal-hal yang gak jujur. Dia gak mau berurusan lagi sama polisi kali,” kata Iwan.

“Iyalah. Orang yang udah keluar dari penjara itu gerak-geriknya biasanya sih terus diawasi sama polisi dan intel. Eh, polisi mana yang nangkepin komplotannya itu?” tanya saya.

“Polsek Pesanggrahan, Mbak.”

“Ooh.. Pantesan. Wajarlah. Pesanggrahan itu biarpun polsek kecil, kiprahnya galak. Ngga kayak Kebayoran Lama. Hehehe..,” tutur saya, sambil bernostalgia 8 tahun lalu, saat wara-wiri nongkrongin semua Polsek se-Jakarta Selatan. ^_^

“Nah, waktu kemarin yang kejadian di Pondok Pinang itu juga kan banyak polisi patroli di depan Goden situ, dia langsung tutup kiosnya, trus tidur di pabrik Aqua itu.”

“Hahahaha.. parno dia?”

“Iya, parno. Pokoknya kalau banyak orang berseragam (polisi) dia langsung menyingkir,” ujar Iwan.

Wekekekekekekek..

Selanjutnya, saya bilang ke Iwan, mungkin dia dibikin “sial” begitu justru karena Allah sayang sama dia. Ngga boleh lama-lama bersentuhan dengan dunia kejahatan. Karena, kalau Allah ngga sayang, trus dia makan uang haram, ya akan dibiarkan saja. Nauzubillahi-min-zalik..

Jadi, masih baguslah dia akhirnya kapok dan bertobat. Semoga Allah menerima tobatnya dan terus mengarahkan dia ke jalan yang lurus. Aamiin.. Siapa tau, dengan gagal jadi penjambret, dia malah akan sukses jadi pengusaha otomotif ke depannya? Wallahu alam. Tapi, at least, cerita miris dia bisa jadi pelajaran dan hiburan juga buat kawan-kawannya, dan juga saya. Hihihihii.. ^_^

Tidak ada komentar: