30 September 2012

Seindah Langit Subuh Berbintang

Beberapa minggu lalu, saya terbangun ketika jam menunjukkan waktu pukul 03.05 WIB. Biasalah, anak saya terbangun dan meminta susu. Saya memberikan botol susu kepada anak saya dan diapun kembali tidur lelap. Saya, sebaliknya, tidak bisa lagi memejamkan mata. Lagian sudah menjelang subuh.

 Saya bangkit dari ranjang. Saya buka pintu menuju balkon (kamar saya ada di lantai 2) lalu memandang langit subuh yang cerah dan berbintang. Ingatan saya kembali ke masa kecil. Banyak kenangan indah soal langit subuh berbintang saat saya kecil..

Saya ingat, dulu saya suka sekali memandangi langit subuh. Terutama ketika kami, saya dan beberapa sepupu saya, melangkahkan kaki menuju mesjid untuk shalat subuh berjamaah. Itu terjadi setiap bulan Ramadhan. 

Langit subuh dahulu agak berbeda dengan langit sekarang. Selain disebabkan oleh faktor pergeseran waktu (mungkin! hehehe..) dan faktor polusi yang meningkat saat ini, langit subuh zaman dahulu (20-25 tahun lalu) benar-benar cerah. Saya bisa melihat dengan jelas bintang gemintang dan jajarannya yang membentuk rasi. Sejak kecil, saya tahu bahwa bintang itu ratusan atau bahkan ribuan tahun cahaya jauhnya. Berarti, bintang yang kita lihat itu sebetulnya sudah ada ratusan tahun lalu, tapi cahayanya baru sampai ke bumi ya sekarang-sekarang ini. So, kalau tiba-tiba semalam bintang yang biasa kita lihat ternyata sudah hilang (semisal sudah meledak sebagai supernova atau nova saja) sebenarnya ledakan bintang tersebut sudah terjadi ratusan tahun lalu. Ngerti kan maksud saya? Kalau ngga ngerti, baca buku IPA aja sana. Hehehehe..

rasi bintang scorpio
Anyways, saya terbiasa melihat "guratan" langit yang menunjukkan rasi bintang dan dulu saya hapal jenis rasi bintang. Yang paling sering saya lihat adalah rasi scorpio. Yaitu tiga bintang besar membentuk garis lurus di bagian depannya, kemudian jajaran bintang, sekitar 4-5 bintang mengekor di belakang bintang paling tengah, memanjang dan membentuk lekukan seperti spiral di bagian paling belakangnya. Seperti ekor scorpio. Itu adalah rasi favorit saya. Sangat banyak rasi bintang seperti itu terlihat di langit zaman dulu..

Kadang saya juga menemukan rasi biduk, yang bentuknya seperti gayung. Konon itu adalah rasi bintang yang menunjukkan arah utara. Ada juga rasi bintang yang persis layangan. Nah, itu namanya rasi bintang crux. Sebenarnya saya tidak terlalu paham fungsi rasi bintang itu. Ada yang bilang itu sebagai tanda musim tanam (untuk para petani), ada pula yang mengatakan sebagai guide penunjuk pulang jika kita sedang berada di laut (biasanya para nelayan yang jago sekali soal ini).

rasi bintang biduk
Buat saya, gugusan rasi bintang di langit itu mengingatkan saya pada ritual shalat subuh berjamaah di mesjid dekat rumah kami, bulan Ramadhan dan senyum manis seorang anak lelaki jangkung berkulit putih yang biasa mencuri pandang dari kejauhan. 

Yang terakhir ini terjadi ketika saya beranjak SMP. Dia adalah anak lelaki yang tinggal di sebelah rumah. Sangat tampan, tapi tak terjangkau tangan, padahal dia adalah kawan baik saya. Setiap kali tarawih dan subuh, kami seringkali bertemu di jalan. Kadang kami saling memanggil untuk berangkat bersama. Meski "bersama" dalam hal ini adalah saya berjalan di depannya bersama kawan-kawan dan sepupu perempuan saya, sedangkan dia berjalan di belakang kami bersama kawanan para bocah cowok berusia tanggung. 

Adalah punggung saya yang ia lihat. Namun, kalau saja dia tau kalau tawa dan kegembiraan saya adalah untuknya. Karena dia ada. Karena ia berjalan di belakang saya, melihat saya, menjaga saya. Tanpa saya sadari, cinta bersemi di hati muda saya. Entah apa dia juga merasakan hal yang sama. Karena saya kadang merasa bahwa tatapan hangat dia itu hanyalah untuk saya. Dan bahwa senyum manis tulus itu hanya untuk saya. Entah itu kenyataannya atau hanya harapan saya semata..

Kembali ke masa kini, beberapa minggu lalu, ketika saya memandangi bintang di langit menjelang subuh. Sosok anak lelaki itulah yang ada di dalam benak saya. Senyumnya. Tatapan mata sipitnya yang malu-malu. Tubuh tegap dan jangkungnya. Rambut lurusnya yang selalu rapi. Bahasanya yang santun dan selalu sopan. Betapa saya mencintainya dulu. Dan sekarang. Selalu. Cinta yang selalu tersimpan rapi, tanpa dia tahu sekalipun (kecuali dia baca tulisan ini, hahaha..)

Dini hari itu, saya memutuskan untuk shalat sunnah, tahajud, witir dan istikharah. Di akhir shalat saya berdoa, di manapun dia berada, semoga dia berada di dalam pelukan kebahagiaan. Semoga Allah senantiasa melindungi dan menjauhkan dia dari fitnah dan kedzaliman, serta menjauhkan dia dari perbuatan munkar. 

Saya sempat berharap waktu bisa berputar ulang. Tapi mungkin sia-sia. Karena, jikapun waktu terulang, saya mungkin akan memutuskan hal serupa: tidak memberitahu dia soal perasaan saya. Kalau begitu, harapan saya ke depan hanya satu, bertemu lagi dengan dia dan saya akan memberitahu dia bahwa perasaan saya terhadap dia tetap sama, tidak bisa hilang, meski ratusan cowok mampir ke dalam hidup saya, puluhan kali merasa jatuh cinta, bahkan 2x menikah dan punya 3 anak dalam 20 tahun terakhir ini, tanpa kehadiran dia dalam hidup saya lagi.

Tentu saja saya pernah jatuh cinta lagi dengan beberapa orang tertentu. Hanya saja semua perasaan itu memudar seiring waktu, meski cowok saya cukup baik memperlakukan saya dulu. Entah kenapa perasaan ke mereka bisa hilang, cepat atau lambat. Tapi yang ini..... Lalu perasaan apa ini namanya kalau bukan cinta. Cinta sejati, mungkin? Karena hanya cinta sejati yang tidak punya masa kedaluarsa. True love doesn't have an expiration date. Does it? 

Lalu mata saya kembali tertumbuk kepada bintang gemintang di langit subuh. "Tuhan. Mungkinkah dia, di manapun berada, sedang memandang langit dan memikirkan saya juga?" Karena kini, buat saya, memandangi langit berbintang sambil memikirkan dia adalah salah satu hal yang membuat saya bahagia..

6 komentar:

Agung Quartavio Priyo Nugroho mengatakan...

bila ia memang berumur panjang insya اَللّهَ kalian msh punya kesempatan tuk berjumpa...smoga segera terjawab semua tanya yg terpendam. Aamiin...
آ​​مِينْ... آ​​مِينْ... يَارَ بَّ العَـــالَمِيْن
آمِينْ يَا مُجِيبَ السَّائِلِينْ

Nina Razad mengatakan...

Amiiiin.. Terima kasih Om Piyo. Kalau bertemu, insya Allah, ane yakin bisa bertemu lagi suatu hari. Setidaknya yang ane harapkan adalah silaturahmi tersambung kembali. Jadi ketika dia kembali ke kehidupan normal, dia selalu punya kita-kita ini sebagai kawan sejatinya.. :)

Dunia Feby Andriawan mengatakan...

Wah galau gw setelah baca kalimat2 terakhirnya, cuman bisa memandangi bintang dan berharap dia bahagia disana.

Nina Razad mengatakan...

Semoga Mas Feby juga segera mendapatkan bahagia yang setara ya, Mas.. :)

al mengatakan...

Momen natap bintang, laitin lampu kota malem2 kalo aku bawaannya pengen ngegitarin mantan #eh #ahhh

Nina Razad mengatakan...

Cihuuuuyyyy... #mendadakmellow