6 Agustus 2012

Ramadhan yang Luar Biasa

Ramadhan baru bergulir sepanjang 16 hari (hingga hari ini), tapi sungguh dinamikanya begitu intens buat saya pribadi. Sungguh intens Allah menguji saya (khususnya), dan keluarga kami (pada umumnya). Izinkan saya bercerita, siapa tau mampu menjadi inspirasi buat para pembaca. Amiiin..

Hari pertama. Saya dijatuhi talak. ^_^

Saya nggak akan bercerita rinci lah, karena itu urusan pribadi saya. Aib suami adalah aib saya, sehingga wajib saya tutupi. Hanya saja, just so you know, ini adalah kali kedua dia menalak saya dalam keadaan emosi, dan dua-duanya bukan salah saya---Maksudnya bukan saya yang mencari gara-gara, melainkan dia yang tidak bisa mengendalikan emosi dan egonya. Bahkan kali ini dia pakai membatalkan puasa, lalu minggat segala ke rumah orangtuanya, membawa seluruh bajunya. Hehehehe.. Monggooo, saya sih tidak akan menahan-nahan. :)

Sepanjang siang dan sore itu kami berkomunikasi hanya lewat BBM. Saya jujur mengatakan kepada dia bahwa saya sebenarnya sudah tidak bisa menerima dia lagi sebagai suami. Jika memang dia ingin menceraikan saya, silakan. Buku nikah kami ada di dalam Al Quran, silakan dia saja yang mengurus perceraian. Tapi lantas, malamnya dia pulang. Tanpa meminta maaf, tanpa berucap apa-apa, seakan tidak terjadi apa-apa. Malu, mungkin? Entahlah. Saya cukup membantu dia membereskan baju saja.

Saya tetap memperlakukan dia sebaik mungkin yang saya bisa, meski hati saya sakit dan merasa diinjak-injak. Biar Allah saja yang mengobati luka hati saya. Memang, motivasi saya dalam bersikap hanya karena Allah. Jika Allah masih ingin menguji, saya ikhlas. Jika Allah ingin saya bahagia, saya pun ikhlas. Padahal, jujur, hati saya sudah benar-benar tidak bisa menerima dia sebagai suami.

Dia sangat abusif secara verbal. "Mulut kamu itu mulutnya setan," begitu saya katakan pada dia. Saya hanya tak habis pikir, masa sih ada orang bisa berbangga dengan sifat buruknya? Masa sih ya ada orang lebih suka mempertahankan karakter buruk yang selama ini bikin tidak nyaman orang yang KATANYA dicintai?? Sungguh saya sangat apatis. Saya sudah berhenti mengharapkan lebih. Saya hanya berharap, jika memang harus berpisah, itu adalah keputusan Allah. Bukan keputusan saya.

Okelah. Begitu, ujian pertama saya, di hari pertama Ramadhan pula. :)
Entahlah, menurut Allah, cara saya seperti itu berarti lulus atau tidak. Wallahu'alam..

Berikutnya, ujian persahabatan. Seperti yang saya tulis sebelumnya bahwa saya kembali menjalin silaturahmi dengan kawan-kawan semasa SMP. Sedikit demi sedikit, muncul ke permukaan, cerita-cerita nostalgia. Bahkan cenderung CLBK--Cinta Lama Bersemi Kembali. Hahahaha.. Sebetulnya saya tidak bisa mengatakannya sebagai CLBK, karena yang saya lakukan hanyalah mengingat perasaan lama saja, bukan berarti rasa itu hadir kembali. :)

Cerita yang terlewat di antara saya dengan sahabat-sahabat mulai berhamburan dan kembali ke dalam pikiran saya. Alhamdulillah, ini pencerahan buat saya. Saya jadi mengerti, ternyata sikap saya dahulu keliru di mata orang lain. Saya bersyukur, diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan mengubah sikap saya terhadap sahabat-sahabat lama saya secara langsung. Hanya satu sahabat saya yang tidak sempat "merasakan" perubahan sikap saya. JP. Sahabat, sekaligus laki-laki yang pernah menyukai saya dan saya sukai. Entah di mana dia sekarang. Kabar yang saya dapat adalah dia sudah berpulang. Hanya saja, kapan dia pergi, tidak ada yang tahu pasti. Sungguh membuat saya miris, bahkan nisannya saja pun saya tidak bisa melihat lagi.. :(

Ujian berikutnya... Bisa dibilang, ujian yang terakhir ini sungguh indah. Begitu indah Allah menunjukkan kuasa-Nya.

Setahun ini Mama saya kembali menjadi seorang single parent. Sebulan belakangan, beliau dekat dengan seseorang. Duda beranak dua (anaknya perempuan semua). Hanya saja, beliau berada di negeri seberang. Di Katwijk, Belanda. Orang Indonesia, Muslim, sudah 30an tahun bekerja di sana.

Meski hanya lewat telepon, tampaknya hubungan Mama dan bapak tersebut cukup intens. Maklum, mereka kan sudah setengah abad lebih, jadi saya pun tidak usil. Asalkan niatnya sama-sama baik dan Mama bisa bahagia, saya akan mendukung. Mungkin saya adalah anak Mama yang pertama bisa menerima kemungkinan beliau akan menjadi suami Mama kelak. Wallahu'alam. Saya suka, karena beliau langsung ingin berkenalan dengan anak-anak Mama. Itu membuat saya respect. Ditambah lagi, anak-anak beliau bisa menerima Mama sebagai "calon" dari Papa mereka.

Suatu hari, saya dikabari Mama bahwa Abah--begitu saya memanggil beliau--ternyata menderita kanker liver. Ah! Pantas saja Abah begitu protektif terhadap Mama. "Mungkin karena dia tau usianya tidak akan panjang," begitu kata Mama.

Saya menolak anggapan itu. "Jangan begitu, Mam. Umur manusia itu Allah yang menentukan. Bukan manusia. Sesakit apapun dia. Apalagi sekarang Ramadhan. Bulan terbaik. Jelang Nuzulul Quran pula. Kita berdoa saja," kata saya.

Dua minggu terakhir, Abah bolak-balik ke rumah sakit di Utrecht. Pertama, beliau menjalani operasi. Alhamdulillah operasinya sukses. Hanya saja, seminggu terakhir, berangsur-angsur kesehatan beliau drop. Akhirnya Jumat malam lalu, beliau dinyatakan koma. Padahal dua jam sebelumnya, beliau masih SMSan dengan Mama. Kebetulan Mama pas sedang tandang ke Jakarta. Jadi Mama sempat curhat.

Sabtu malam, kabarnya dokter menyatakan secara medis Abah tidak ada harapan lagi. Dokter dan anak-anak Abah bersiap mencabut alat bantu pernafasan Abah, hanya saja mereka menunggu persetujuan Mama. (Alhamdulillah, mereka sungguh mampu menerima ibu saya sebagai bagian dari keluarga mereka, sampai-sampai pendapat ibu saya pun dihargai). Mama mengatakan, sudah ikhlas dan rela melepaskan Abah, meski hatinya terasa patah. "Mama cuma bisa ngedoain si Eyang (begitu mama saya memanggil beliau) dan terus-terusan baca Yasin. Entah kenapa, Mama sedih banget. Saat Mama mulai bisa sayang sama Eyang, eeeh Eyang sudah kritis," kata Mama.

Minggu pagi, saya dikabari Mama bahwa life support Abah sudah dicabut. Ucapan innalillahi pun sudah diungkapkan. Saat itu saya belum terlalu ngeh, lantas saya ucapkan juga innalillahi. Tak berapa lama, Mama kembali menerima SMS dari Dian (anak Abah yang paling besar), meski life support sudah dicabut, ternyata Abah masih ada (masih bernafas). Mendengar itu, saya langsung mengatakan kepada Mama, "Mam, suruh pasang lagi itu life support. Sepertinya belum waktunya Abah pergi." Mama cuma bisa berharap cemas. Tapi saya nekat mengirim SMS kepada Abah.

Saya katakan, "Abah! I'm sure it's not yet your time. You were a fighter then as you are now. Semangat, Abah! *hugs & love* Nina-Jkt."

Saya pun membantu dengan membaca Yasin di setiap akhir shalat. Saya berdoa, senada dengan doa Mama, semoga Allah mengangkat sakit Abah dan memulihkan kondisi Abah.

Siang menjelang sore, saya sempat merinding, seperti ada orang yang hendak merangkul saya. Dalam pikiran saya, yang terbayang adalah nama Abah. Saya buru-buru berbisik, "Abah, pulang, Bah. Abah harus pulang ke badan Abah. Belum waktunya Abah pergi. Nina yakin, belum waktunya Abah menghadap Allah. Not before you make my mom happy. Jangan nyerah, Bah. Lawan, Bah. Fight!" Setelah itu, rasa merinding saya hilang. Wallahu'alam..

Sorenya, Mama saya tiba lagi di rumah. Beliau segera memeluk saya dan berkata, "Ninaa.. Si Eyang teh akhirnya sadar. Mama meuni lega... Barusan Dian SMS Mama lagi, katanya Papa sudah mulai sadar, malah wajahnya sekarang tersenyum. Mungkin memang si Eyang pengen ketemu Mama dulu kali ya. Alhamdulillah..."

Saya turut bahagia. Subhanallah. Alhamdulillah. Laa ilahailallah. Allahuakbar.

Saya yakin, dokter-dokter di Belanda pasti canggih. Alasan mereka mencabut life support pastinya bukannya tanpa pertimbangan. Bagi dokter, pasien meninggal saat dirawat olehnya adalah suatu pukulan telak dan beban mental berat. Tak ada dokter yang ingin pasien yg ditanganinya mati. Tapi, Allah sungguh telah membuktikan kuasa-Nya melebihi kecerdasan dan perhitungan para dokter tercanggih sekalipun. :) That's why they said, kasus Abah adalah sebuah keajaiban.

Tengah malam tadi, Dian mengirim SMS kepada saya, "Dian musti bilang apa, teh Nina atau Nina aja? kita seumur loh, pesen teh Nina sudah Dian bisikan ke Abah, biar Abah yang balas ke teh Nina, Abah juga sudah sadar tadi sore, hanya masih tidur, nanti kita ketemu teh Nina di Jakarta ya, wah anak2 papa jadi banyak? jadi seperti dormitory, rame terus Hehehe"

Alhamdulillah...

Ya, begitulah ujian terakhir. Sungguh indah bukan?

Jadi, kamerads, ketika kita berdoa dengan tulus dan bersungguh-sungguh, apalagi Ramadhan begini, insya Allah akan dijawab. Jika permintaan kita akan menjadi baik buat kita dan keluarga, insya Allah dikabulkan. Jika belum tentu menjadi baik buat kita dan keluarga, mungkin Allah ingin kita menunggu sebentar lagi.

Don't give up hope. Keep think positive. Because a positive thinking will send others positive spirit as well.

Selamat ber-hari Senin. :)

8 komentar:

Anonim mengatakan...

Merinding bacanya, apalagi ending2nya! Wahhh sungguh cobaan yg indah di bulan yg suci ini ;)

-MN-

Nina Razad mengatakan...

Mhimski merinding terus nih, jangan-jangan lagi di dalam kulkas? hehehehe.. Alhamdulillah, Ramadhan tahun ini benar-benar indah. Semoga Mhimi dan keluarga juga menemukan Ramadhan yang indah yaa.. *hugs*

Anonim mengatakan...

thoughtful post..
speechless

Hijab Indonesia mengatakan...

postingan menyentuh... hiks... cinta memang penuh ujian mbak, kita ga tau apa yg dimau suami, suami pun begitu. Andai komunikasi semudah dulu saat pacaran, terkadang saat sudah berumah tangga, mau bicara pun sulit...

Agung Quartavio Priyo Nugroho mengatakan...

Semoga diberikan hikmah terbaik atas setiap ujian yg diberikan...
Aamiin...
آ​​مِينْ... آ​​مِينْ... يَارَ بَّ العَـــالَمِيْن
آمِينْ يَا مُجِيبَ السَّائِلِينْ

Nina Razad mengatakan...

Eeeeh tumben Eny speechless?? :D
Thank you for dropping by and reading, darling.. *hugs*

Nina Razad mengatakan...

Debby chayank, begitulah. IMHO, menurut aku, begitu kita melangkah ke pernikahan, kita jadi lupa sama yang namanya "mendengarkan dengan hati". Kita sudah mengabaikan cara-cara mesra seperti saat masih pacaran. Mungkin karena asumsi kita, "Loe udah jadi milik gw ini, mau gw apain juga terserah gw dong."---Padahal itu pemikiran yang salah. Sayangnya, aku harus mengalami hal seperti ini, lagi.

Entahlah ke depannya. Cuma bisa mengharapkan Allah aja yang akan memberi jalan keluar. Kan hanya Allah yang mampu membolak-balikkan hati.. :) Yang penting, keep the spirit up!

Nina Razad mengatakan...

Amiiin, amiiin ya Rabb.
Tengkyu Piyo. :)