Banyak orang bilang setiap manusia pasti berbeda. Dan, perbedaan itu membuat hidup kita kaya. Bahkan, Tuhan--Sang Maha Maestro, pun senang dengan perbedaan. Buktinya Dia menciptakan kita berbangsa-bangsa, berbeda warna, berbeda fisik, beda bahasa, dsb.
Kemudian, ada yang bilang, "Different is Good". Ehem, ini kayaknya motto Arby's jaman dulu deh.. ADa juga yang bilang "Fingers lickin' good.." #ehh #ditampolmassa Maaf, yang terakhir itu motto-nya Mr.Sanders si empu Kentucky Fried Chicken. hehehe..
However, intinya, kita semua berbeda, meski secara DNA terbukti bahwa seluruh manusia di dunia ini memiliki hampir 99% genom DNA yang sama (meski tidak identik). Perbedannya hanya di pigmen saja (ilmu yang ini saya dapatkan berkat menonton Discovery Channel dan BBC Knowledge). Selain ini membuktikan bahwa semua manusia di dunia ini adalah saudara (karena terlahir dari orangtua yang sama: Adam dan Hawa), juga membuktikan bahwa mayoritas manusia di dunia somehow tidak menyukai perbedaan.
Bahkan, ekstrimnya, kita ini anti pada perbedaan.
Lho kok bisa?
Saya ngga akan ngomong dari sisi agama nih. Males! Ujung-ujungnya malah jadi debat kusir. Apalagi, buat saya pribadi, yang namanya keyakinan itu merupakan hubungan intim (private) antara manusia dengan Tuhannya yang dogma (tak bisa diganggu-gugat) kecuali di-disrupts oleh insan ybs itu sendiri. ^_^
Saya lebih suka membahas dari segi society approach. So, let's talk about that side.
Secara society, mayoritas manusia anti dengan perbedaan. Atau dengan bahasa lain (yang mungkin ngga nyaman dibaca) MOST OF US ARE RACISTS. Dan, hebatnya, anti-perbedaan itu dibentuk oleh society itu sendiri.
Mungkin sudah bukan rahasia lagi jika manusia punya sifat senang membanding-bandingkan dan **hanya** berkumpul dengan orang yang memiliki visi yang sama. Untuk itulah dibentuk komunitas. Dan, mayoritas komunitas pastinya merupakan kumpulan dari individu-individu yang memiliki misi dan visi yang sama. Semisal: sama hobinya. Sama favoritnya. Sama aktivitasnya.
Saya kira, nggak ada deh komunitas yang punya visi-misi berbeda? Beda hobi, tapi bikin komunitas. Beda klub bola favorit (saya suka Chelsea FC, situ suka Juventus, doi suka Borusia Dortmund, si anu suka Feyenoord FC, si fulan fans berat Barca, tetangga demen ama Pelita Jaya), tapi bikin komunitas yang sama---rasanya aneh kan ya? Hehehe..
Kalaupun semua individu berbeda hobi ini bikin komunitas, lambat laun mereka akan mulai membentuk kelompok-kelompok (arisan) kecil sendiri deh, demi menyamakan hobi/kesukaan mereka.
However, kalau hanya sebatas itu sih, nggak masalah. Yang jadi masalah adalah....ketika society membentuk komunitas besar (majority), kemudian ketika ada orang yang berbeda visi dengan society ini, eeeeh si individu bersangkutan malah dijauhi, dikucilkan, bahkan dimusuhi dan diperangi. *walah*
Misalnya nih..... kita agak ngomong politik dikit yak.... misalnya, di Kelurahan TENGGO, mayoritas penduduk adalah suporter partai JERUK!! Semua embel-embel di kelurahan itu berwarna oranye-hijau, (sesuai warna jeruk). Konon karang taruna di kelurahan itu juga dibiayai oleh Partai JERUK tadi. Jadi gak heran kalau para pemuda karangtaruna itu juga penganut JERUK. Tapi, kebetulan beberapa orang pemuda, di karang taruna (dan kelurahan) yang sama, memilih Partai ANGGUR, Partai DODOL GARUT dan Partai IKAN LELE sebagai idealisme politiknya.
Tapi, entah kenapa, segelintir pemuda non-JERUK ini lama-lama tidak lagi diikutsertakan dalam rapat karang taruna. Lama-lama, tidak pernah lagi dilibatkan dalam setiap kegiatan karang taruna, termasuk menyelenggarakan 17-an, pengajian mingguan, retreat bulanan, dll. Alasannya (which is menurut saya ngga make sense), karang taruna tersebut dibiayai oleh Partai JERUK, jadi hanya Pemuda JERUK aja yang boleh menggunakan semua fasilitasnya. Ehem...saya kurang tahu, apakah lembaga masyarakat semacam karang taruna seharusnya non politis atau boleh berpolitik. Entahlah. Namun, begitulah kejadiannya.
Contoh lainnya....yang ringan-ringan aja ya. Di suatu sekolah, semua siswa cowoknya hobi sepakbola. Cuman 1 atau 2 punya hobi basket. Lucunya, pas ada tugas kelompok (5 orang per kelompok), ih ngga ada lho cowok yang mau memasukkan si minoritas (basket-fans) ini ke dalam kelompok mereka! Alasannya ya itu tadi: hobinya ngga sama. Jadi si mayoritas ini ngga merasa cocok berkelompok dengan mereka.
Contoh lain....yang lebih berat, adalah soal rasisme. Bukan rahasia lagi kalau manusia-manusia berkulit terang (dalam komunitas mayoritas berkulit terang) akan selalu mengucilkan dan mem-bully manusia berkulit gelap (sebagai minoritas). Atau sebaliknya, di dalam komunitas berkulit gelap, mereka semua yang berkulit gelap (sebagai mayoritas) akan mengucilkan manusia-manusia berkulit terang (sebagai kaum minoritas).
Lha, kenapa begitu? Kalau urusannya sama fisik, ngga ada satupun manusia di dunia ini yang bisa memilih, "Tuhan, aku pengen terlahir cantik atau ganteng dong. Aku pengen terlahir putih atau hitam dong. Aku pengen terlahir kurus atau gemuk dong..." Jadi rasa anti-perbedaan yang didasarkan pada perbedaan fisik, menurut saya pribadi, TOTALLY RIDICULOUS dan STOOPID (yes, with double-O!) Tak satupun manusia bisa memilih mau dilahirkan seperti apa. Jadi kalau ternyata kita terlahir sebagai kaum mayoritas, ataupun minoritas, ya itu karena takdir aja kaleee...Mosok kayak begitu mau dijadikan alasan menganut anti-perbedaan? Lebay ah!
Itu sebabnya, saya katakan sejak awal, bahwa yang membentuk kita menjadi anti-perbedaan adalah society. Apa pasal? Well, **THERE IS NO RACIST or SEXIST BABY**! Saya ngga pernah tuh nemu bayi yang rasis atau seksis. Semua manusia terlahir dengan lembaran murni yang sama. Kitalah, orang tua dan lingkungan, yang membentuk mereka untuk menjadi seorang manusia yang rasis, dan seksis.
Nah, sekarang, gimana dengan rasa anti-perbedaan yang didasarkan pada hobi? Hadeeeeh.. Itu lagi. Kalau ada orang kayak begini di depan saya, pasti udah saya cubit pipinya dari kiri dan kanan, lalu ditarik ke arah berlawanan, seperti Mama Shinchan mencubit pipi Shinchan! Buat saya, perbedaan hobi itu cuma masalah di pemikiran aja.
Gimana dengan anti-perbedaan yang didasari pada ideologi, bahkan teologi--ahem, maksudnya religi. Hmmm.. kembali yuuuk sama prinsip di atas: "Tuhan menciptakan kita berbangsa-bangsa, agar kita bisa belajar." ---> menurut saya, agar hidup kita lebih kaya warna.
Dalam agama yang saya anut, Islam, disebutkan QS.Hujuraat:13, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Makanya, insya Allah, sekecil apapun perbedaannya kawan-kawan dan handai taulan, saya sih cuek aja. Karena, **yang terpenting adalah CARA kita memahami dan menyikapi perbedaan tersebut.** Memang betul, ada hal-hal tentang perbedaan yang mungkin membuat kita tidak nyaman. Tapi, kembali ke kalimat saya barusan, yang terpenting adalah bagaimana kita memahami dan menyikapinya saja. Mau jadi orang mayoritas atau pada umumnya, atau mau beda dikit ah: jadi manusia unggul. Kalau saya, jujur, memilih menjadi manusia unggul yang tidak anti-perbedaan.
Yes, I agree with "Difference is Good". (Selain motto Arby's, ini juga bait lagu dari serial anak-anak 3rd and Bird di CBeebies. Hihihihi..). Saya juga setuju kok sama "Fingers lickin' Good..." #ehh
Semoga tulisan ini menjadi pencerahan buat (terutama) diri saya sendiri, dan teman-teman semua yang membaca ya.
Dalam perjalanan hidup saya yang baru 34 tahun ini (ehem, nyatut beberapa bulan gapapa dong!) hidup membuktikan bahwa CARA dan LANGKAH kita ternyata TIDAK SELALU BENAR. Makanya kita perlu mendengarkan pengalaman, nasihat, bahkan kritikan dari orang lain juga. Tapi, terlalu banyak mendengarkan orang lain pun ngga baik, karena akan menghilangkan jatidiri kita. Pokoknya yang sedang-sedang aja deh, jangan berlebihan, dan jangan lebay.
Have a great life, comrades! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar